Kamu..
Sebuah nama yang belum pasti
Namun aku sertakan selalu dalam setiap bait puisi
Aku sebut saat sujud terakhir dan setiap doa yang ku amini
Kamu..
Sebuah nama yang baru aku ketahui setelah adanya ikatan suci
Setelah waktu memutuskan sudah saatnya berhenti menanti
Mengikat cinta diatas sebuah janji
Kamu..
Menyambut kedatanganmu aku bersihkan hati
Setiap sudutnya Insya Allah nanti hanya cintaku padamu yang terpatri
Bersamamu akan aku raih cinta Ilahi
Memohon pada Sang Penguasa Hati untuk jangan dipisahkan sampai mati
Kamu..
Allah lah yang nanti akan memberikan cintaku padaMu
Untuk saat ini aku benahi dulu hati hingga kita bertemu
Insya Allah yang mengisi hati ini nanti bukanlah cinta semu
Hati ini mulai sekarang dan selamanya milik Sang Penciptaku, juga Penciptamu
Kamu..
Dimanakah kamu?
Aku pun tak tahu dimana dirimu
Yang aku tahu aku disini menjalani takdirku
Dan engkau disana menjalani takdirmu
Mencoba bersabar sampai takdir kita bertemu
Kamu..
Siapakah kamu?
Aku pun tak tahu siapa dirimu
Yang aku tahu aku tak mau lagi mengisi hatiku
Kecuali denganmu, saat Allah telah menugaskan sang waktu
Untuk membiarkan kita bertemu
Kamu, kamu, kamu…
Ini untuk kamu..
Hanya untuk kamu..
Somehow I just want to share my life as an ordinary human-being. Somehow I want to inspire people by every single word I read from great books and great authors. Somehow I want to reveal what's inside my heart through some beautiful words.
Minggu, 28 Agustus 2011
Selasa, 23 Agustus 2011
Jika Aku Menjadi.. Santri
Setelah perjalanan yang lumayan melelahkan, aku dan teman seperjalananku, Nayla turun dari mobil Abi-nya. Kegelapan kota Tasikmalaya menyambut kami. Memang daerah yang kami tuju lumayan sepi, atau mungkin memang secara umum Tasikmalaya tak begitu ramai, atau mungkin juga karena pada jam tersebut orang-orang di kota ini sedang berada di mesjid untuk solat taraweh berjamaah. Kami segera memulai langkah kami untuk mencari Pondok Pesantren As-Salam, pondok dimana temannya Nayla berada. Kami kesini memang bersama-sama, tapi tujuan kami berbeda. Aku ingin 'menyicipi' kehidupan sebagai santri untuk pertama kali, sedangkan Nayla ingin mengingat kembali saat-saat belajar di pesantren.
Kami sempat salah jalan, namun akhirnya kami bertemu dengan temannya Nayla yang dipanggil Desan. Ia menyambut kedatangan kami lalu mengajak ke 'kobong' nya, kamar yang dipakai beramai-ramai. Setelah itu kami ke mesjid. Solat taraweh berjamaah memang sudah selesai, namun kami masih sempat tadarus disana. Kebetulan hari itu adalah Nuzulul Qur'an. Para santri mengaji masing-masing satu juz, dan suara para santri yang mengaji secara bersamaan mulai menyebar ke segala penjuru mesjid.. Subhanallah..sulit diungkapkan dengan kata-kata. Mereka membaca ayat yang berlainan satu sama lain, namun yang aku dengar adalah sebuah harmoni.
Dua santri lain menyambut kami di kobong selepas pulang dari mesjid. Mereka adalah Yati dan Mimin. Mimin kebetulan mendapat giliran mengisi kuliah subuh untuk anak-anak keesokan harinya, maka ia sibuk menyiapkan ceramahnya. Hmm, beruntung sekali Mimin, umurnya lebih muda dariku tetapi dia sudah dipanggil Ustadzah oleh teman-temannya. Sedangkan Yati yang merupakan mahasiswi jurusan Biologi sibuk menonton video yang berhubungan dengan jurusannya itu dari laptopnya. Nayla dan Desan bernostalgia. Bahasa Sunda mereka sangat halus. Aku cukup menikmati suasana, sambil mataku jelalatan mengamati kobong. Ruangannya proporsional untuk diisi 5 orang, tidak ada ranjang, hanya kasur tipis yang digelar setiap waktu tidur. Tak disangka udara di sana sangat dingin, dan kenyataan bahwa sebagian besar dari para santri langsung mandi setelah sahur cukup membuatku merinding. Aku dan Nayla memutuskan untuk pura-pura tidak tahu, dan untung tidak semua santri mandi pada saat itu. Kalau tidak, terbayang kami berdua seperti...ah sulit menemukan perumpamaannya. Malu.
Yang sangat berkesan bagiku adalah, kami makan sepiring berlima. Satu piring nasi dengan porsi sangat banyak ditaruh di tengah-tengah kami berlima. Masing-masing dari kami memegang lauk pauk. Benar-benar sebuah kebersamaan. Nah, selalu ada satu orang yang ditugaskan menghabiskan makanan apabila yang lainnya sudah kenyang. Mereka menyebut orang ini : seksi thaharah..hehe. Dalam kasus ini, Mimin lah yang bertugas sebagai seksi thaharah. Mendekati waktu solat kamar mandi selalu penuh oleh para santri yang ingin wudhu dan terburu-buru untuk solat berjamaah di mesjid. Wah, bisa jadi latihan untuk solat tepat waktu nih! Tapi sungguh itu bukan hal yang mudah. Pada awalnya aku dan Nayla selalu terlambat. Padahal kami sudah berlari. Bayangkan, lari- lari memakai mukena..haha. "Nay, dari kemaren kok kita nggak ada kemajuan yak? Jadi makmum masbuk terus", kataku pada Nayla. Aku juga berkata padanya, " Nay, aku berasa ada di reality show tv Jika Aku Menjadi". Ia tertawa.
Aku sangat beruntung ternyata para santri juga manusia (well?). Setelah pengajian kitab kuning selepas Subuh, kebanyakan dari mereka kembali tidur. Dengan senang hati aku mengikuti kebiasaan mereka ini. Hihi, belum lagi ada yang terkantuk-kantuk saat pengajian, aku adalah salah satu diantaranya. Aku dan Nayla mempelajari 2 bab dari kitab tersebut, yaitu mengenai menangisi mayat dan keutamaan bersabar. Para santri sangat dekat dengan guru mereka yang mereka panggil Aa. Seringkali pengajian diselingi private joke diantara mereka sehingga aku mau tak mau merasa terasing. Itulah hasil kebersamaan mereka yang sudah terjalin lama. Satu hal yang aku yakini dan aku tahu pasti adalah, di pesantren agama adalah kehidupan. Beribadahlah sesukamu, dimanapun! Tidak ada yang akan mencibir atau menjulukimu 'sok suci' dan sebagainya. Karena mungkin di sana memang tempat orang-orang yang ingin mensucikan diri, dan menjaga kesuciannya.
Avridita Savitri
16-18 September 2011
Note : Terima kasih untuk Naila Fitria, sahabat yang sudah sudi mengajakku serta dalam perjalanan ini, juga untuk obrolan sebelum tidur tiap malam..hehe. Jazakillah khairan, ukhti..
Kami sempat salah jalan, namun akhirnya kami bertemu dengan temannya Nayla yang dipanggil Desan. Ia menyambut kedatangan kami lalu mengajak ke 'kobong' nya, kamar yang dipakai beramai-ramai. Setelah itu kami ke mesjid. Solat taraweh berjamaah memang sudah selesai, namun kami masih sempat tadarus disana. Kebetulan hari itu adalah Nuzulul Qur'an. Para santri mengaji masing-masing satu juz, dan suara para santri yang mengaji secara bersamaan mulai menyebar ke segala penjuru mesjid.. Subhanallah..sulit diungkapkan dengan kata-kata. Mereka membaca ayat yang berlainan satu sama lain, namun yang aku dengar adalah sebuah harmoni.
Dua santri lain menyambut kami di kobong selepas pulang dari mesjid. Mereka adalah Yati dan Mimin. Mimin kebetulan mendapat giliran mengisi kuliah subuh untuk anak-anak keesokan harinya, maka ia sibuk menyiapkan ceramahnya. Hmm, beruntung sekali Mimin, umurnya lebih muda dariku tetapi dia sudah dipanggil Ustadzah oleh teman-temannya. Sedangkan Yati yang merupakan mahasiswi jurusan Biologi sibuk menonton video yang berhubungan dengan jurusannya itu dari laptopnya. Nayla dan Desan bernostalgia. Bahasa Sunda mereka sangat halus. Aku cukup menikmati suasana, sambil mataku jelalatan mengamati kobong. Ruangannya proporsional untuk diisi 5 orang, tidak ada ranjang, hanya kasur tipis yang digelar setiap waktu tidur. Tak disangka udara di sana sangat dingin, dan kenyataan bahwa sebagian besar dari para santri langsung mandi setelah sahur cukup membuatku merinding. Aku dan Nayla memutuskan untuk pura-pura tidak tahu, dan untung tidak semua santri mandi pada saat itu. Kalau tidak, terbayang kami berdua seperti...ah sulit menemukan perumpamaannya. Malu.
Yang sangat berkesan bagiku adalah, kami makan sepiring berlima. Satu piring nasi dengan porsi sangat banyak ditaruh di tengah-tengah kami berlima. Masing-masing dari kami memegang lauk pauk. Benar-benar sebuah kebersamaan. Nah, selalu ada satu orang yang ditugaskan menghabiskan makanan apabila yang lainnya sudah kenyang. Mereka menyebut orang ini : seksi thaharah..hehe. Dalam kasus ini, Mimin lah yang bertugas sebagai seksi thaharah. Mendekati waktu solat kamar mandi selalu penuh oleh para santri yang ingin wudhu dan terburu-buru untuk solat berjamaah di mesjid. Wah, bisa jadi latihan untuk solat tepat waktu nih! Tapi sungguh itu bukan hal yang mudah. Pada awalnya aku dan Nayla selalu terlambat. Padahal kami sudah berlari. Bayangkan, lari- lari memakai mukena..haha. "Nay, dari kemaren kok kita nggak ada kemajuan yak? Jadi makmum masbuk terus", kataku pada Nayla. Aku juga berkata padanya, " Nay, aku berasa ada di reality show tv Jika Aku Menjadi". Ia tertawa.
Aku sangat beruntung ternyata para santri juga manusia (well?). Setelah pengajian kitab kuning selepas Subuh, kebanyakan dari mereka kembali tidur. Dengan senang hati aku mengikuti kebiasaan mereka ini. Hihi, belum lagi ada yang terkantuk-kantuk saat pengajian, aku adalah salah satu diantaranya. Aku dan Nayla mempelajari 2 bab dari kitab tersebut, yaitu mengenai menangisi mayat dan keutamaan bersabar. Para santri sangat dekat dengan guru mereka yang mereka panggil Aa. Seringkali pengajian diselingi private joke diantara mereka sehingga aku mau tak mau merasa terasing. Itulah hasil kebersamaan mereka yang sudah terjalin lama. Satu hal yang aku yakini dan aku tahu pasti adalah, di pesantren agama adalah kehidupan. Beribadahlah sesukamu, dimanapun! Tidak ada yang akan mencibir atau menjulukimu 'sok suci' dan sebagainya. Karena mungkin di sana memang tempat orang-orang yang ingin mensucikan diri, dan menjaga kesuciannya.
Avridita Savitri
16-18 September 2011
Note : Terima kasih untuk Naila Fitria, sahabat yang sudah sudi mengajakku serta dalam perjalanan ini, juga untuk obrolan sebelum tidur tiap malam..hehe. Jazakillah khairan, ukhti..
Kamis, 04 Agustus 2011
Karina Jodie
I entered the dark class room. My students were watching a
movie. When I was walking through the door, closing the door, and having
a thought to lock it, Karin shouted : “What??”. It seemed like she
wanted to protest. I said this to her : “Me and Miss Jojo take turn
to keep an eye on you,guys”. Then I took a seat in the corner of the
class. With limited eyesight I watched when Karin was approaching me,
laid on the floor near my chair, and grabbed my hand. She let go of my
hand for a minute, so I pulled my hand, but then she screamed :
“Aaaargh!”. Then I gave back my hand to her. She was holding my
hand while watching the movie. My heart was smiling. Finally, she
let go of me. When I stood up to leave the class, she grabbed my
skirt. I looked at her in the dark. My heart was smiling one more
time :)
Langganan:
Postingan (Atom)