Setelah perjalanan yang lumayan melelahkan, aku dan teman seperjalananku, Nayla turun dari mobil Abi-nya. Kegelapan kota Tasikmalaya menyambut kami. Memang daerah yang kami tuju lumayan sepi, atau mungkin memang secara umum Tasikmalaya tak begitu ramai, atau mungkin juga karena pada jam tersebut orang-orang di kota ini sedang berada di mesjid untuk solat taraweh berjamaah. Kami segera memulai langkah kami untuk mencari Pondok Pesantren As-Salam, pondok dimana temannya Nayla berada. Kami kesini memang bersama-sama, tapi tujuan kami berbeda. Aku ingin 'menyicipi' kehidupan sebagai santri untuk pertama kali, sedangkan Nayla ingin mengingat kembali saat-saat belajar di pesantren.
Kami sempat salah jalan, namun akhirnya kami bertemu dengan temannya Nayla yang dipanggil Desan. Ia menyambut kedatangan kami lalu mengajak ke 'kobong' nya, kamar yang dipakai beramai-ramai. Setelah itu kami ke mesjid. Solat taraweh berjamaah memang sudah selesai, namun kami masih sempat tadarus disana. Kebetulan hari itu adalah Nuzulul Qur'an. Para santri mengaji masing-masing satu juz, dan suara para santri yang mengaji secara bersamaan mulai menyebar ke segala penjuru mesjid.. Subhanallah..sulit diungkapkan dengan kata-kata. Mereka membaca ayat yang berlainan satu sama lain, namun yang aku dengar adalah sebuah harmoni.
Dua santri lain menyambut kami di kobong selepas pulang dari mesjid. Mereka adalah Yati dan Mimin. Mimin kebetulan mendapat giliran mengisi kuliah subuh untuk anak-anak keesokan harinya, maka ia sibuk menyiapkan ceramahnya. Hmm, beruntung sekali Mimin, umurnya lebih muda dariku tetapi dia sudah dipanggil Ustadzah oleh teman-temannya. Sedangkan Yati yang merupakan mahasiswi jurusan Biologi sibuk menonton video yang berhubungan dengan jurusannya itu dari laptopnya. Nayla dan Desan bernostalgia. Bahasa Sunda mereka sangat halus. Aku cukup menikmati suasana, sambil mataku jelalatan mengamati kobong. Ruangannya proporsional untuk diisi 5 orang, tidak ada ranjang, hanya kasur tipis yang digelar setiap waktu tidur. Tak disangka udara di sana sangat dingin, dan kenyataan bahwa sebagian besar dari para santri langsung mandi setelah sahur cukup membuatku merinding. Aku dan Nayla memutuskan untuk pura-pura tidak tahu, dan untung tidak semua santri mandi pada saat itu. Kalau tidak, terbayang kami berdua seperti...ah sulit menemukan perumpamaannya. Malu.
Yang sangat berkesan bagiku adalah, kami makan sepiring berlima. Satu piring nasi dengan porsi sangat banyak ditaruh di tengah-tengah kami berlima. Masing-masing dari kami memegang lauk pauk. Benar-benar sebuah kebersamaan. Nah, selalu ada satu orang yang ditugaskan menghabiskan makanan apabila yang lainnya sudah kenyang. Mereka menyebut orang ini : seksi thaharah..hehe. Dalam kasus ini, Mimin lah yang bertugas sebagai seksi thaharah. Mendekati waktu solat kamar mandi selalu penuh oleh para santri yang ingin wudhu dan terburu-buru untuk solat berjamaah di mesjid. Wah, bisa jadi latihan untuk solat tepat waktu nih! Tapi sungguh itu bukan hal yang mudah. Pada awalnya aku dan Nayla selalu terlambat. Padahal kami sudah berlari. Bayangkan, lari- lari memakai mukena..haha. "Nay, dari kemaren kok kita nggak ada kemajuan yak? Jadi makmum masbuk terus", kataku pada Nayla. Aku juga berkata padanya, " Nay, aku berasa ada di reality show tv Jika Aku Menjadi". Ia tertawa.
Aku sangat beruntung ternyata para santri juga manusia (well?). Setelah pengajian kitab kuning selepas Subuh, kebanyakan dari mereka kembali tidur. Dengan senang hati aku mengikuti kebiasaan mereka ini. Hihi, belum lagi ada yang terkantuk-kantuk saat pengajian, aku adalah salah satu diantaranya. Aku dan Nayla mempelajari 2 bab dari kitab tersebut, yaitu mengenai menangisi mayat dan keutamaan bersabar. Para santri sangat dekat dengan guru mereka yang mereka panggil Aa. Seringkali pengajian diselingi private joke diantara mereka sehingga aku mau tak mau merasa terasing. Itulah hasil kebersamaan mereka yang sudah terjalin lama. Satu hal yang aku yakini dan aku tahu pasti adalah, di pesantren agama adalah kehidupan. Beribadahlah sesukamu, dimanapun! Tidak ada yang akan mencibir atau menjulukimu 'sok suci' dan sebagainya. Karena mungkin di sana memang tempat orang-orang yang ingin mensucikan diri, dan menjaga kesuciannya.
Avridita Savitri
16-18 September 2011
Note : Terima kasih untuk Naila Fitria, sahabat yang sudah sudi mengajakku serta dalam perjalanan ini, juga untuk obrolan sebelum tidur tiap malam..hehe. Jazakillah khairan, ukhti..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar