Favorites Books

Avridita's favorites book montage

Twilight
The Curious Incident of the Dog in the Night-Time
Si Gila Belanja Punya Bayi (Shopaholic & Baby) - Shopaholic Series Book 5
Si Gila Belanja Akhirnya Kawin Juga (Shopaholic Ties The Knot) - Shopaholic Series Book 3
Eragon
Eldest: Yang Pertama
Brisingr
Inheritance
Harry Potter and the Prisoner of Azkaban: Harry Potter dan Tawanan Azkaban
Harry Potter and the Deathly Hallows
Harry Potter and the Goblet of Fire: Harry Potter dan Piala Api
Harry Potter and the Order of the Phoenix
Hickory Dickory Dock: A Hercule Poirot Mystery
4:50 From Paddington
Eclipse: Gerhana
New Moon: Dua Cinta
Awal Yang Baru
Box Set The Hunger Games
The Lion, The Witch and The Wardrobe: Sang Singa, Sang Penyihir, dan Lemari
The Voyage Of The Dawn Treader: Petualangan Dawn Treader


Avridita's favorite books »

Rabu, 26 Desember 2012

Grow A Day Older (You)

15 Desember 2012

Malam ini aku sengaja membiarkan kedua mataku terbuka sampai pergantian hari. Hari ini bukan malam pergantian tahun yang biasanya disambut bunyi terompet atau ledakan kembang api yang menjadikan hitamnya langit malam warna-warni. Aku tak pernah peduli. Malam ini aku sibuk dengan ledakan-ledakan kecil di hatiku sendiri. Ternyata waktu berlalu cepat. Jam 00.00 hanya tinggal satu kedipan lagi jaraknya. Aku keluar dari kamarku dan langsung menghampiri telepon rumah yang begitu jarang ku sentuh. "tut tut tut", telepon itu mengeluarkan suara seirama dengan nomor telepon genggammu. Setelah selesai aku lalu menunggu. Tapi tak jua ada nada sambung. Dahiku mengernyit. Waktuku sempit. Begitu jarum jam lewat dan tidak lagi sejajar, terlewatlah sudah. Tergopoh-gopoh aku kembali ke kamarku sambil berpikir untungnya aku sudah isi pulsa tadi. Nada sambung itu lumayan lama mengisi telingaku. Kamu pasti sedang lelap-lelapnya tidur. Aku terkikik dalam hati. Lalu suaramu yang...umm.. primitif (entah bagaiamana aku mendeskripasikan suara orang baru bangun tidur) membuatku terkikik sekali lagi.

"Halo, Pizza Hut Buah Batu?"

Kamu hanya menjawab dengan erangan.

"Happy Birthday!"
"Makasi ya.." (Aku tidak tahu apakah suara primitif itu bisa menyelipkan haru di dalamnya, tapi mungkin aku merasakannya. Terbayang kamu susah payah menyusun kalimat pendek itu).
"Ya udah ya.." (Kering sekali otakku dari kata-kata)

Sepi di ujung sana.

"Heh, kenapa gak ditutup?"(Entah kenapa aku jengkel dengan kekakuanku. Mestinya kamu yang lebih jengkel karena tidurnya aku ganggu).
"Oooh.. udah ini teh?" (Setelah ba-bi-bu sebentar sambungan telepon itu putus. Aku menatap nanar ke langit-langit kamar. Baru setengah jam kemudian aku terlelap.)

Keesokan harinya aku terjaga lebih pagi. Dengan skill dan kerapihanku yang ala kadarnya, aku membungkus kado untukmu dengan bungkus kado bergambar dinosaurus (yang lebih cocok untuk kado bayi yang baru lahir). Entah sampai kapan aku dan kamu akan terus childish seperti ini. Saat kamu menjemputku untuk pergi ke kantor kamu sama sekali tak bertanya apa itu dalam plastik hitam yang sedari tadi aku bawa. Padahal kan aku pengen ditanya. Selama perjalanan otak dan tanganku sibuk. Tanganku sibuk memastikan kue tart yang aku paksakan dibawa dalam ranselku tidak penyok penyok karena guncangan motormu saat menghajar polisi tidur. Otakku sibuk memastikan kembali rencana yang aku susun akan berjalan rapi tanpa tercecer. Pokoknya surprise untukmu tak boleh gagal. Jangan sampai nasibnya sama dengan rencanamu yang gagal saat ulang tahunku bulan April lalu. Ups :p

For you.
Aku mulai kuatir saat gerbang kantor belum dibuka. Itu berarti aku harus menunggu sebelum aku bisa melayang secepatnya ke dalam kantor dan mempersiapkan segalanya. Aku memaksa tubuhku tetap tenang. Memencet bel, dan menggumamkan kata 'kebelet'. Sengaja supaya kamu dengar. Begitu sang OB membuka pintu aku langsung menerobos masuk ke kantor, menaruh helm,jaket, kado, dan segalanya secara asal-asalan lalu pergi ke kamar mandi (dengan membawa ransel).

Tak lama kemudian aku sudah berjalan diantara meja-meja di kantor yang pada hari Sabtu tak berpenghuni. Thanks God your birthday was in Saturday. Dengan hati-hati aku membawa kue black forest itu agar tidak kehilangan momentum saat mencapaimu. Aku menyaksikan saat ekspresi datarmu saat menghadapi komputer berubah secara signifiakan begitu melihatku memasuki ruangan dengan kue tart lengkap dengan lilin diatasnya.

Wajahmu berganti ekspresi. Yang mengagetkanku adalah air matamu. Tidak cukup banyak untuk disebut menangis (walau secara teknis kamu menangis, well, sedikit), tapi cukup untuk menggambarkan emosi kamu yang sangat dalam.

"Selama saya hidup 23 tahun, baru kali ini ada yang kasih surprise buat saya."

Setelah itu aku meletakkan sesuatu di atas tanganmu. Jam saku yang selalu kau idamkan, yang katamu dulu akan membuatmu merasa seperti Sherlock Holmes, tokoh fiksi favoritmu itu. Padahal kamu tidak perlu menjadi tokoh fiksi, aku bahagia kamu nyata.

Kamu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pulih dari ledakan perasaan itu. Seperti biasa, aku menolak tenggelam dalam emosimu-emosimu yang terhampar begitu gamblang. Aku memilih menatap layar laptop yang lebih mudah dihadapi. Tapi sekali-kali aku mencuri pandang ke arahmu. Menelan dengan rakus perasaan puas karena melihat senyum bahagiamu.

Hari istimewamu berlalu terlalu cepat. Kita pergi menonton The Hobbit bersama, duduk bersisian sambil sibuk berbisik-bisik membandingkan cerita versi film dengan yang ada di versi novelnya yang baru aku baca satu kali, sedangkan kamu sudah membacanya lima kali. Hari ini benar-benar harimu, bukan? Bahkan novel favoritmu dijadikan film dan tayang saat kamu akan berulang tahun.


Hari ini harimu. Aku bahagia menjadi bagian penting dari hari ini.

Dan semoga seterusnya.

Selamat ulang tahun, Yuvi Shandy Amisadai..

Looked like a little kid with this expression on your face :)

Jumat, 14 Desember 2012

I Need No Label



I have no desire to put any label on it
For that something is unexplainable and awfully strong
I have no authority to put any label on it
For they say what we feel is wrong
As the pouring rain
In a way they don’t understand you wash away my pain
When the night falls on me offering sorrow
You’re yielding me some light to face tomorrow
To curse each other is way too late
We only could surrender in this twist of fate
In this fairytale I don’t mind they call me a villain
For you exist as my personal killer for my pain
When you’re wounded by the thing they called love
With my tied hands I could only give you laugh
Like broken dolls we’d said a thousand of good byes
But our feet are still here without knowing why
In this fairytale we have neither fairy nor elf
And I keep praying the clock won’t strike twelve
I need no label
To describe us words are unable

Avridita Savitri

Minggu, 22 Juli 2012

Ours - Taylor Swift



Elevator buttons and morning air,
Strangers silence makes me wanna take the stairs.
If you were here we'd laugh about their vacant stares,
But right now my time is theirs.
Seems like there's always someone who disapproves.
They'll judge it like they know about me and you
And the verdict comes from those with nothing else to do
The jury's out, but my choice is you.

So don't you worry your pretty little mind,
People throw rocks at things that shine
and life makes love look hard.
The stakes are high, the water's rough
But this love is ours.

You never know what people have up their sleeves,
Ghosts from your past gonna jump out at me.
Lurking in the shadows with their lipgloss smiles,
But I don't care.
Cause right now you're mine.
And you'll say

Don't you worry your pretty little mind,
People throw rocks at things that shine
and life makes love look hard.
The stakes are high, the water's rough
But this love is ours.

And it's not theirs to speculate if it's wrong and
Your hands are tough but they are where mine belong in.
I'll fight their doubt and give you faith with this song for you.

Cause I love the gap between your teeth
and I love the riddles that you speak.
And any snide remarks from my father about your tattoos will be ignored
Cause my heart is yours.

So don't your worry your pretty little mind,
People throw rocks at things that shine
And life makes love look hard. 

Don't worry your pretty little mind,
People throw rocks at things that shine
But they can't take what's ours
They can't take what's ours
The stakes are high, the water's rough
But this love is ours.

The Vow Under the Stars

Under the starry night sky of Jati Tujuh village while we're riding on a pick-up truck. I was sitting beside the driver and you were with the boys behind with the sky right above your head. Unlike you, I could only enjoy the twinkling stars from the window. Then my phone was vibrating. A text from you saying:

Under this stars I make a vow, to be with you as far as those light reach, as long as they shine, as pure as their twinkle.
I could only smile with unexplained feelings...................
( 12-05-2012 : the vow under the stars has been said) 


Video Usang di Sudut Pikiran

 Sometimes, the last person you want to be with is the person you can’t be without. -Pride and Prejudice 
Aku menulis ini saat kamu sedang tak ada disisiku, bahkan di dunia maya maupun media komunikasi lainnya. Kenapa? Karena aku tahu kalau kamu ada di sisiku waktuku akan terkonsumsi dengan menikmati kehadiranmu. Saat ini aku sedang malas hanya sekadar bicara denganmu. Aku inginnya bertemu. Segala sesuatu di sekelilingku rasanya sedang buruk. Dan ketidakhadiranmu membuat segalanya lebih buruk. Singkatnya, tanpamu suasana hatiku relatif buruk. Akan aku buktikan kepadamu dengan tulisan ini. Aku akan mengingat hidupku saat kita berdua sama-sama dalam penyangkalan.

Hari itu sekitar beberapa bulan yang lalu aku sedang kesal padamu. Lagi-lagi aku terjepit diantara kalian berdua. Tebakanku kau akan lari lagi. Meninggalkanku. Dan aku harus mengobati segalanya sendiri. Tanpa dirimu, penyembuhku berada di sisiku. Masalah ini bukan yang pertama kali, maka air mataku enggan keluar. Nampaknya ia tak mau dipaksa keluar untuk alasan yang sama. Sejarah sepertinya akan berulang, namun aku tidak mau lagi. Maka padanya aku jujur bahwa aku  menyimpan rasa padamu, namun itu tidak penting. Biarkan perasaan ini tetap tak memiliki rumah dan aku bawa pergi (lagi) ke jalanan. Perasaan ini seperti rumput liar yang ingin aku pangkas, tapi tak bisa. Karena rumput liar inilah yang membuat perjalananku indah meski melewati jalan berbatu.

Tiba-tiba kamu bilang ingin bicara,maka aku cukupkan dunia maya sebagai penyambung lidah kita. Akhirnya aku bisa meraba perasaanmu, dan kamu bisa melihat hatiku. Aku tahu itu tidak ada gunanya, kondisi kita berdua tidak akan berubah. Semua ini aku lakukan agar aku bisa dengan lega melepas perasaanku padamu. Membiarkannya mengembara entah kemana. Kita berdua dengan berat hati memaksakan kata 'selamat tinggal'. Namun anehnya senyuman di bibirku tak mau hilang lama setelah percakapan itu berakhir. Karena akhirnya aku tahu kau merasakan hal yang sama, dan mengetahui itu aku merasa cukup dan bisa meneruskan hidup. Malam itu aku menemukan cinta, dan mengakhirinya malam itu juga. Dengan senyum tetap menghiasi bibir, aku mengatakan padamu: Hello love, good bye..

Namun ternyata keesokan harinya udara pagi terasa berat di paru-paruku. Sadarlah aku telah kehilangan. Aku terus menerus mengingat bahwa 'Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.' Begitulah yang aku dapat dari perjalanan kisah inspiratif perjalanan cinta antara Fatimah dan Ali. Namun nyatanya mereka berakhir bersama, kita berdua tidak. Untuk meringankan beban hatiku, aku bercerita tentangmu kepada teman-temanku. Tak jarang mereka menimpali dengan memberiku harapan bahwa suatu saat kita berdua akan menjadi satu. Aku hanya membayar upaya mereka dengan senyum getir dan berkata: tidak. Tidak akan aku izinkan harapan itu tumbuh di hatiku, karena itu berarti aku mendoakan yang tidak baik untukmu. Sedangkan aku ingin kamu bahagia. Dengan atau tanpaku. Klise memang, tapi mau diapakan lagi?

Selama itu aku menjalani hidup dengan kabur. Aku lari dari diri sendiri. Rasanya seperti itu. Ingin rasanya benar-benar lari lalu menghilang, tapi bagaimana bisa? Jika setiap mendengar lagu senang maupun sedih selalu kamu yang terlintas. Bahkan saat aku membeli telur ke supermarket pun, aku bisa merasakan kehadiranmu disana. Saat itulah kenangan antara kita berdua menyesakkan dada. Kamu telah mempengaruhi setiap aspek terkecil kehidupanku. Yang lebih mengerikan adalah aku tidak menangis. Aku tidak bisa menangis. Entah kenapa. Dan itu menyiksaku lebih dari apapun. Aku ingin melepasmu, dan segala perasaanku padamu, tapi bahkan air mataku untukmu pun tidak mau melepaskan diri dariku.

Aku bertahan hidup dengan memutar kenanganku tentangmu di pikiranku. Rasanya seperti memiliki pemutar video di kepalaku. Dan aku cukup sering memutarnya. Mungkin setiap hari. Ternyata aku salah. Jika ini perjudian, maka aku kalah telak. Aku kira dengan mengetahui perasaanmu padaku aku dengan mudahnya akan melepasmu. Salah besar. Aku makin terhanyut dalam duniaku sendiri bersamamu.
Aku kira kupu-kupu itu sudah mati dan tidak selamat, Ternyata dia masih ada disini walau sekarat, Hingga kini ia masih kurawat, Untuk aku lepaskan saat ia sudah sehat, Dan berkelana dengan sayap yang lebih kuat. (30 Juni 2011)
Aku kerap kali memimpikanmu, kamu bisa hadir tanpa halangan siapapun di kerajaan magisku yang kuberi nama 'tidur'. Aku tak mau melupakan. Bahkan aku tidak mau lupa. Aku berpegang erat pada kenangan tentangmu. Karena kehilangan hal itu akan menyebabkanku kehilanganmu untuk yang...kesekian kali. Aku absurd bukan? Pikirku, saat aku sudah menemukan jodohku dan menikah, aku dengan mudah akan sembuh dengan sendirinya. Maka aku mengumbar ingin menikah cepat-cepat. Toh saat kesempatan itu datang, aku kalang kabut. Aku seakan dikejar-kejar kata-kataku sendiri. Dan saat itulah aku berkenalan dengan istilah 'stuck'. Payah sekali aku ini. Walau mungkin benar apa kata orang, bahwa jika aku memilih kamu, kamu bisa meninggalkan aku sama seperti yang telah kamu lakukan. Tapi toh menghadapimu akal sehatku saja tak mempan, apalagi akal sehat orang lain.

Lalu malam itu kamu muncul di hadapanku secara tak terduga. Setelah hampir dua bulan aku menjalani hidup entah sebagai siapa. Dengan panik aku mencari dimana letak lukamu, karena biasanya kamu muncul di hadapanku dengan luka hati lalu kita akan saling menyembuhkan satu sama lain. Namun kamu bilang, tak ada sesuatu yang perlu aku kuatirkan. Semua akan baik-baik saja. Ya, kecuali perawakanmu yang tambah kurus itu, pikirku. Saat itu walau kita dipertemukan kembali, aku sudah siap akan perpisahan. Sepertinya semenjak kita bertemu, kita sudah terbiasa harus mengucapkan selamat tinggal satu sama lain. Maka aku mengaggap hari itu sebagai dongeng yang selalu aku impikan, dan akan berakhir saat lonceng jam berdentang.

Aku : Uhmm.. how are you?

Kamu : Singkatnya? Selama sebulan ini saya udah kayak orang gila.


Dan akhirnya kebenaran terungkap. Dan akhirnya setelah dua tahun aku memendam tanpa berharap, sekarang kamu benar-benar ada di sisiku. Aku biasanya tidak mau banyak berharap, tapi menghadapimu akal sehatku ini seakan tiarap. 

Sabtu, 21 Juli 2012

Psychologycal Test


This is a conversation I had with my partner at the workplace, Miss Kania. We were walking on the street while finding angkot to go home.

Miss K : Answer my question. If there's a basket of strawberries, how many strawberries are there on the basket?  
Me : Ummmm.. 20?
Miss K : 20? Oookay. Now you imagine an apple tree. How many apples are there on the tree?
Me: Ummmm.. 40 ?
Miss K : What will be the first thing you say to an alien when you meet him?
Me: Ummm.. well : 'Are you coming in peace?'
Miss K : Ahahahahaha, ok. The number of strawberries shows you how many times you're in a relationship before you get married.
Me: What? Noooo.. (disgusted face)
Miss K: The number of apples tells you your mental age.
Me: What? Do you mean I am 40 years old inside?
Miss K: And the thing you say to the alien is the thing you say when you meet an opposite gender (male). Seriously? 'Are you coming in peace?' Hahahaha.
Me: Well? Yeah, because most of them are not. (straight face)
Miss K: I got that test while listening to Big East. (a radio show performed by our favorite korean boyband, Tohoshinki/DBSK)
Me: Ah, I see.. .................-_________-"

Tohoshinki/TVXQ/DBSK (our favorite korean boyband :p)


Sabtu, 07 Juli 2012

You Say that I . . .

You're like traffic lights, give me a red to tell me when I have to stop and rest from all the troubles, give the yellow to remind me things I may forget, give a green to support me when I have to go to do something.

You're like a house, give me warm when it is cold, cool me when it is hot, make me comfortable, a place for me to rest, to be myself and to return..

You're like my jacket, be with me everywhere, protect me from harmful things and always fit for me..

I love u


(it is from you, and after that you said sorry for using weird simile :p)

Rabu, 04 Juli 2012

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin


Aku baru saja membaca novel berjudul 'Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin' karya Tere Liye. Judulnya lah yang mendorong hatiku untuk membeli novel ini. Aku merasa harus menguak sesuatu yang tersembunyi di balik judul tersebut. Ternyata benar, aku menemukan beberapa potongan perasaanku terselip dalam kata-kata sang penulis. Tentang kita dulu. Dan aku mengutipnya.


Bahwa hidup harus menerima…penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti…pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami…pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.
Tak ada yang perlu disesali. Tak ada yang perlu ditakuti. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah kemana. Dan kami akan mengerti, kami akan memahami…dan kami akan menerima.
Dia tidak mencintaiku. Itulah kesimpulan yang kupaksakan. Kesimpulan yang membuat luntur wajah menyenangkanku. Kesimpulan yang mengubah perangaiku. Mengubah semuanya. Tetapi malam ini justru aku mengatakan kalimat itu. Dengan sebuah pertanyaan iya dan tidak. Aku tak mengerti secepat ini pembicaraan menuju jantung permasalahan. Aku tak mengerti. Perasaaanku sudah tak tahan lagi. Pertanyaan itu meluncur saja tanpa bisa kucegah.
Orang yang memendam perasaan sering kali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta. Aku juga dulu seperti itu…sibuk menduga-duga. Aku tak pernah tahu bahwa simpul itu nyata. Itu bukan dusta hatiku. Tapi mengapa kau tak pernah mengatakannya? Mengapa?
Kau membunuh setiap pucuk perasaan itu. Tumbuh satu langsung kaupangkas. Bersemai satu langsung kauinjak. Menyeruak satu langsung kau cabut tanpa ampun. Kau tak pernah memberikan kesempatan. Karena itu tak mungkin bagimu?
Dan tunas-tunas perasaanmu tak bisa kaupangkas lagi. Semakin kautikam, dia tumbuh dua kali lipatnya. Semakin kauinjak, helai daun barunya semakin banyak.

 Pasrah. Menerima setiap kejadian dalam kehidupan dengan lapang dada. Itulah yang harus aku lakukan. Setelah itu barulah aku bisa memperbaiki hidup, memaafkan diri sendiri dan juga orang lain.



Minggu, 29 April 2012

Grow a Day Older





If everything has been written down, so why worry? We say.It’s you and me with a little left of sanity.If life is ever changing, so why worry? We say.It’s still you and I with the silliest smile as we wave good bye.
(Dee, Grow a Day Older)
After long being apart, here we are. From all the good days after that, this day is the day I wanna share.
He and I just arrived from his friend’s wedding. It was April 28th, 2012 at 9 PM. When he picked me up from the office, he already had a cake with him. I ignored it. Besides, he said he was late because he had to run errands. I was very tired back then for the wedding was terribly crowded! I was just sitting there with him in the living room of my house. That day we were wearing a most similar attire since he wanted us to be in a uniform in his friend’s wedding. We were wearing a dark blue shirt. I asked him whether he wanted to drink something. He said he wanted something warm to drink. Well, it was strange because he always said: “whatever you please” before. Again, I ignored the sign. Then he insisted me to bring my notebook to the living room because he wanted to give me a movie. I said I had many movies I hadn’t watched.
We were talking so many things as usual about one hour. Until finally:
He: OK, I give up!
Me: Heh? What?
He: You supposed to go inside, and I prepared this, and when you came.. it’s a surprise for you!
I was sitting there.. couldn’t say anything while he was preparing the candles and the others. My reaction was..
Me: My birthday is tomorrow.
He: I know it’s two hours early, but I want to be the first to say happy birthday.
Me: … (speechless) 
He: So, now you have to blow the candles. Happy birthday..
Me: (blowing the candles) eh.. can I blow the last candle using my nose?
He: Oookay.. up to you.
Me: (blowing the last candle)
He: Look, I know you already have this one, but… I think you want to have a blue one.
Then he gave me a mukena, the white one, with some blue flowers on it. And by the way, I could barely say anything since the happiness attacked me in a rush so I was still in a state of ensuring myself that everything was real. THIS was real.
Thank You, Allah..for all the happiness, blessings, and gifts You’ve given to me until  now. 
And Thanks for you to be my best accompany on the day I was growing a day older. Honestly, I never felt something like this before. That was my best countdown to April 29th. The best ever ! There’s a song and a short story with the same title with this post. they’re written by Dee, my favorite writer. So inspiring, that’s why I use the title.
I’m thankful for this moment cause I know that IGrow a day older and see how this sentimental fool can beWhen he picks up lines to make me laughWhen he’s getting lost in all his thoughtsWhen we can’t wait to say…………I love you……..(Dee, Grow a Day Older (with some changes))
He: What do you wish for?
Me: It’s a secret :)



Sabtu, 14 April 2012

Sepotong Roti Bakar

14 April 2012 

Tempatku mengajar suasananya tidak berubah. Hanya saja hari itu suasana hatiku yang sedang berubah. Semua itu karena flu yang menyerangku sejak seminggu yang lalu, dan aku terlambat pergi ke dokter. Aku baru pergi memeriksakan flu akut ini sehari yang lalu. Saat aku merasa sudah sangat tersiksa dengan hidung meler, tenggorokan yang sakit setiap menelan makanan, dan sariawan yang memperparah semuanya. Hari itu aku dorong diriku untuk mengajar. Tersenyum seperti biasa, menggunakan nada bicara yang biasa aku gunakan saat aku bersama anak-anak, dan intinya mengajar seperti biasa.

Saat itu aku baru saja selesai mengajar anak-anak kinder, murid-muridku yang paling muda. Aku terduduk di depan meja registrasi sambil sedikit-sedikit mengobrol dengan Miss Eva. Aku melihat Fauzan, seorang murid baru yang baru saja keluar dari kelasku belum pulang. Ia masih bersama ibunya di dekat perosotan sambil menyantap roti bakar. Saat pandanganku mulai buram dan tidak fokus itulah aku melihat ia menghampiriku, lalu memberikan potongan roti bakarnya padaku. Aku kaget, dan otomatis mengarahkan pandanganku pada ibunya. Ternyata ibunya juga kaget.

“Oh, buat Miss-nya toh rotinya. Dikirain buat apa dipotong,” ibunya berkata sambil tersenyum.
Reaksi spontanku memang tidak terlalu bagus. Jadi aku hanya bengong disana memandang wajah polos dengan mata besar, dan tangan mungilnya menyodorkan sepotong roti bakar padaku. Ia ingin berbagi denganku. Aku takjub. Aku terdiam beberapa detik menikmati adegan ini. Sampai akhirnya aku menerima pemberiannya.

“Aduh, thank you, Fauzan”, itulah reaksiku yang aku nilai cukup buruk di situasi yang menakjubkan ini.
Fauzan adalah murid baru, dan ia sangat pendiam. Maka tindakan ini aku rasa sebagai tanda kalau ia menerimaku sebagai gurunya. Tahu tidak salah satu dari sekian banyak hal menakjubkan saat kau bersama anak kecil (apalagi sebagai murid)? Mereka menjadikan tindakan kecil berarti begitu besar. Itu semua karena ketulusan. Saat kau tulus, sekecil apapun kebaikan yang kau lakukan, maka akan berarti besar. Aku belajar dari muridku. Aku selama ini banyak belajar dari mereka.

Fauzan nampaknya juga cukup pintar untuk mengetahui.. kalau sepotong roti mudah ditelan oleh gurunya yang sedang sakit dan sulit menelan makanan.

Senin, 23 Januari 2012

I Haven't Told You


i told you i was in pain
as an abandoned shell by the sea
so vain
i told you my memories with him at the zoo
it was a rendezvous
then you said 'don't forget the animals'
'it wasn't only you two'

i told you my childhood
' i haven't met my dad in years', i said
then you said 'i have to hide from mine'

i told you i was afraid of cockroaches
you said ' i'll hunt them for you '
you told me you were afraid of sharks
i threw my head back and laughed
it was nonsense to hunt them for you

i told you i didn't want to hide
from the rain
then there you were
handing me your blue sweater
then there we were
so exposed beneath the raging sky

i told you i couldn't swim
you rolled your eyes and said
' i know '
you told me your handwriting was a disaster
i choked myself with laughter
and said
' i know '

i told you basically
anything
everything
only one i haven't told you
' i think i'll be punished for falling in love with you '
will you say ' i know ' ?

( i don't know what it was, it was just the result of a terrible insomnia i had last night. just wanna share ;) )