Menyesal. Asing sekali kedengarannya kata itu di telingaku. Mungkin karena dalam hidupku ini, aku hanya sekali dua kali mengalaminya. Pertama yaitu saat adik kelasku memenangkan beasiswa ke USA. Kenapa aku tidak ikut mencoba? Kalimat itu terus membayangi. Yang kedua adalah sewaktu melepas kepergian kakak dari mamaku, yaitu ua. Itu pun aku tak pernah membayangkan akan menyesal saat memutuskan bahwa aku tidak akan ikut dengannya untuk tinggal di Brussel (Belgia) bersamanya. Namun perasaan menyesal itu menyergapku saat hari keberangkatannya. Well, saat itu aku takut dengan masa depan, dan masalah baru yang sedang menyeruak ke permukaan. Rasanya lari ke Brussel sama sekali bukan usul yang buruk, tapi Allah menginginkan aku tetap disini. Aku yakin rencana-Nya lah yang terbaik maka aku abaikan tangisanku saat melepasnya di bandara. "Bawa aku, uaaaa!", rasanya aku ingin teriak.
Aku terhibur dengan kata-kata teman-teman terdekatku :
"Disini juga dengan begini nambah pengalaman kok dit."
"Mungkin Allah pengen dita belajar sesuatu dengan tetap disini."
"Nanti juga ada kesempatan buat kesana kok, kalo udah lulus. Makanya cari kerja di Deplu juga."
Kakekku sangat ingin aku menyelesaikan pendidikanku disini. Motivasi itulah sebenarnya yang membuatku tabah untuk tetap disini. Kakekku adalah seorang yang pintar, namun keharusannya untuk ikut orang tuanya berpindah-pindah negara lah yang menyebabkan gelarnya tak setinggi teman-temannya. Mungkin beliau tak ingin hal yang sama terjadi padaku. Baiklah, akan ku selesaikan pendidikanku disini!!
Tetap saja, sekali dua kali rasa menyesal itu mengusik. Melihat foto-foto ua saat jalan-jalan ke Belanda masih bisa dimaafkan, tapi baru kemarin aku mengetahui bahwa ia jalan-jalan ke Paris. Paris!!! Tak termaafkan! Haha! Keinginanku untuk go abroad kuat sekali ternyata. Semoga saja itu ada dalam rencana-Nya untukku. Terutama ke Mekah tentunya. Amiin! Untuk saat ini, yang terbaik adalah tetap di negeri ini, karena Allah menginginkanku begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar